RUANG BELAJAR
Senin, 03 Agustus 2015
Hadits Tentang Persaudaraan
“Jika seseorang itu sayang kepada sahabatnya maka hendaklah dia beritahu bahawa dia menyayanginya.” (Riwayat Abu Daud)
Hadits di atas, tentu menyimpan tujuan yang positif untuk kehidupan manusia. Dengan menyampaikan kasih, rindu, dan perhatian terhadap sesama dapat menumbuhkan sebuah ikatan hati antara orang yang satu dengan orang lain. Jika kasih sayang diantara manusia terbina dengan indah, maka kodrat manusia sebagai makhluk sosial akan berlangsung dengan indah pula. Ketika rasa saling menyayangi, saling membutuhkan, saling menjaga tumbuh dengan baik, maka sadar atau pun tidak, akan terbentuk pula kehidupan yang rukun, aman, nyaman, tentram dan saling mendoakan kebaikan. Umar Ibnu al-Khattab meriwayatkan:
Pada suatu ketika saya memohon izin daripada Rasulullah s.a.w. untuk pergi menunaikan umrah. Baginda mengizinkan saya. Beliau berpesan “Jangan lupa mendoakan kami wahai saudaraku.”. Saya amat berbesar hati dengan ungkapan Baginda tersebut. (Riwayat Abu Daud)
Mengatakan rasa kasih, rindu, perhatian, dan lain sebagainya merupakan hal yang sederhana. Bahkan sangat sederhana, namun dalam kesederhanaannya ini tersimpan kekuatan ukhuwah yang luar biasa.
Ukhuwah islamiyah, bersaudara atau bersahabat secara islami bukan berarti hanya persahabatan antara muslim satu dengan muslim lainnya saja. Bukan hanya bersahabat dengan semukmin saja. Melainkan juga terhadap saudara-saudara non muslim. Ini perintah agama dalam rangka menjalin kehidupan yang aman, nyaman, tentram, damai, dan harmonis. Namun demikian, ukhuwah islamiyah muslim terhadap non muslim cukuplah sebatas saling tolong menolong, saling menjaga keamanan, saling menghormati, dan saling menghargai. Cukuplah urusan non akidah, karena lakum diinukum waliyadiin... Dalam masalah akidah tidak ada kompromi, namun yang terpenting adalah bagaimana kehidupan damai dengan ibadah dan keyakinan masing-masing. Kuncinya adalah saling cinta dan kasih sebagai sesama makhluk Allah, bukan cinta dan kasih dalam “makna” yang lain .
Thanks All....
Kamis, 25 Juni 2015
Hidup itu Berproses
Semua manusia pastilah memiliki masa untuk berproses. Entah positif atau negatif. Yang jelas tak ada manusia yang tanpa titik hitam dalam dirinya, meski sedikit. Sesempurna apapun seseorang, tak ada manusia yang lebih suci melebihi Rasulullah SAW. Berbuat kesalahan, melakukan kekhilafan, dan mengambil keputusan yang belum tepat, adalah bagian dari proses seseorang untuk mengetahui apa yang lebih baik. Dan jika Allah saja Maha mengampuni makhluknya, lalu mengapa ‘saya’ sebagai sesama makhluk Allah juga, terlalu sulit untuk memberikan maaf?
Belum tentu, yang ‘saya’ rasa melakukan kesalah itu lebih buruk dari “saya”, belum tentu juga ‘saya’ lebih suci dari mereka. Jangan merasa paling benar.
Dalam segala hal, marilah kita saling bersosialis. Saling merasa memilki. Saling mengingatkan, saling menyemangatkan, saling memaafkan, saling memperhatikan, dan saling mendoakan. Karena kita perlu untuk saling berperan dalam “propses” kehidupan ini.
Suatu saat, kita perlu untuk SALING menjadi “tong sampah” bagi orang lain. Saat kita harus mendengarkan seluruh keluh kesah mereka. Mendengarkan cerita-cerita mereka. Menerima air mata mereka. Memberikan dua tangan kita sekedar meminjamkan sedikit pegangan untuk mereka. Dan mendekatkan pundak kita untuk memberikan sedikit topangan bagi beban mereka.
Dan karena dalam tangisan ceritanya, mereka tak selalu mengharapkan solusi, tapi mereka hanya ingin didengar.
Karena di balik keluh kesahnya, mereka bukan menyalahkan takdir, mereka hanya tak mampu sendiri. Mereka Membutuhkan sahabat!
Dan mengapa kita perlu melakukan itu?
Karena BELUM TENTU KITA TIDAK AKAN PERNAH BERADA PADA POSISI MEREKA. Maka, mari belajar menjadi sahabat yang baik di segala suasana untuk saling berperan positif dalam berproses, karena ini juga bagian dari proses kita sendiri.
By: Iel_Mumtaza
ada kekuatan di balik sebuah kata
"orang yang baik tidak melulu tampil dengan kondisi yanh menyenangkan kita"
"kasih sayang yang sebenarnya itu tidak selalu berbentuk berlian"
"jihad terbesar adalah membuat orang lan jatuh cinta" (Jalaludin Rumi)
"tak jarang kebahagiaan kita bermula dari bahagianya orang lain disekitar kita"
"bahagia itu bukan masalah benar atau salah, kaya atau miskin. tapi bahagia adalah masalah seseorang bersyukur dan bersabar dengan yang ada"
"
Sabtu, 26 April 2014
Ayah untuk Negri
Negriku, di depan mata akan segera datang ayahmu
Bak mentari dan paginya yang cerah
Ayah baru akan menyayangimu,
Tanpa mengharapkan pengembalian darimu,
Tanpa merampas uang tabunganmu lagi.
Ayah, kami akan memilihmu esok hari
Ayah, jangan lagi biarkan kami lapar dan mengais disiang hari,
apa lagi meminta....
Ayah, jangan tegakan kami memeluk dingin di emperan jika malam menjelang
Ayah, buatkan dinding-dindang kokoh,
dengan kolong kasur, bukan lagi kolong jembatan
Ayah, didik kami dengan nada yang ramah, bukan lagi bentakan kasar dan tembakan
Ayah, Negri ini rumah kami dan engkau ayah kami
Ayah, hapuskan air mata kemiskinan kami dan peluk kami kedalam dada kepemimpinanmu
Ayah, kami anak negri yang mengharapkanmu
Yang mengenalkan kami pada ketauhidan
Jika kami bisa patuh pada Tuhan,
Maka kami akan tahu menghormati dan menyeganimu
Ayah, sayangi kami dan rumah ini...
Tulungagung, 08 April 2014 anak negri yang rindu akan kedamaian negri sendir
Tulungagung, 08 April 2014 anak negri yang rindu akan kedamaian negri sendir
Kamis, 13 Maret 2014
Di tepi Jalan
Di
Tepi Jalan...
Di
tepi jalan yang kecil meminta,
Berharap
si raja memberi sedikit kasih
Di
sana berdebu, yang miskin meminta
Berharap
si kaya mau meraihnya
Di
bawah kolong itu, yang lemah meminta,
Berharap
saudara menengok nasibnya
Di
tepian jalan, mereka menangis, merintih menjerit...
Hidup
merapuh, meminta dan menerima,
Yang
kaya berpesta...
Hidup
bercanda ria...
Seolah
ia tak punya saudara...
Yang
kaya tertawa foya...
Tiada
kasih dan tiada pduli..
saudara
yang di sana masih menanti
sesuap
perhatian yang suci...
itulah
hidup...
semakin
membudaya
tiada
kasih bagi mereka yang lemah...
Tulungagung,
14 Maret 2014
Rabu, 12 Maret 2014
Tempat dan Waktu aterbaik Kita
TEMPAT DAN
WAKTU TERBAIK KITA
Dimana kita saat ini berada adalah tempat dan waktu terbaik kita!
Dimana kita berpijak besok, maka itu adalat tempat terbaik bagi
kita.
Begitu pula besok lusa, besok lusa, besok lusanya lagi, dan
seterusnya..., saat itu dan di situlah tempat terbaik kita! Maka demikian
halnya dengan kemarin, dimana saja kita berada kemarin, sebenarnya di situ
adalah tempat terbaik kita! Hanya tinggal bagaimana kita mau melakukan yang
terbaik di tempat kita berada.
Cobalah mengingat-ingat, dimana saja kemarin kita berada, lalu
cobalah meraba ada hal apa yang sebenarnya bisa kita lakukan namun kemarin kita
lewatkan... ehm... pasti ada!!!
Seharusnya, kemarin dapat pergi ke perpustakaan dan mengerjakan
tugas, tapi??? Itu tidak
terlaksanakan...
Seharusnya kemarin ada banyak waktu untuk membaca Al-Qur’an,
tapi??? Ada saja alasan untuk tidak membacanya....
Memang itu hal-hal yang mungkin kecil dan sepele, tapi jangan
salah! Hal itu, hari itu, kesempatan itu adalah kumpulan hal-hal yang akan
membawa diri kita pada yang terbaik, tempat yang tebaik.
Sebagai contoh, banyak putra-putri kyai yang dibesarkan, dididik,
dan dikenalkan dengan dunia pesantren yang kental dengan syarat religius,
merasa bahwa ia hanya berada dalam tempurung, berada dalam sangkar yang tak
memiliki kebebasan mengekspresikan diri. Dia bukan semakin berusaha memahami
lingkungannya, dunianya, dan tempatnya berada untuk kemudian merenungkan hal
terbaik apa yang bisa dia lakukan di tempat terbaiknya itu, namun dia malah
sibuk memikirkan sisi-sisi yang menurutnya itu hanyalah bentuk keotoriteran
dunianya, pesantren. Maka yang tejadi, dia akan menyibukkan diri untuk keluar
dari dunia yang sudah menjadi tempatnya sejak lahir, bahkan tidak sedikit yang
berbalik dan menjadi benci dengan tempatnya sendiri tersebut.
Namun di sisi lain, tidak sedikit anak-anak dari kaum biasa, bukan
berdarah dari pesantren memimpikan kehidupan yang tidak pernah sepi dari
santri, dari ngaji , dari hiruk pikuk kegiatan religi. Mereka bertanya,
kenapa aku tidak dilahirkan di lingkungan pesantren yang selalu mulia, yang
dipandang terhormat? Kenapa orang tuaku bukan seorang abah dan umi? Kenapa aku
tidak ditaqdirkan hidup bla bla bla bla bla..... dst.
Dia merasa tempatnya hidup saat ini tidak ada yang menarik. Dia
merasa tempatnya menyambung hidup, tempatnya menghirup udara sejuk saat ini
bukan tempat yang dia inginkan. Padahal, banyak hal luar biasa yang telah Allah
kirimkan di sekitar dia sebagai hal yang akan mengantarkannya pada derajat,
pada diri, dan pada tempat yeng terbaik.
Sekali lagi, semua tergantung bagaimana diri kita mau melakukan hal
terbaik yang mampu kita lakukan di tempat kita berdiri sekarang. Untuk membuktikan bahwa tempat kita saat ini
adalah tempat yang terbaik itu, hanya bisa dibuktikan oleh oleh diri kita
sendiri.
Jadi, dua hal yang menurut saya penting untuk membuat diri kita
merasa telah berada pada tempat yang terbaik adalah syukur dan usaha kita
melakukan yang terbaik di tempat itu!!!
Selalu merasa kurang adalah sifat kita sebagai manusia. Maka rasa
syukur adalah sikap untuk melawannya. Tanpa mampu mensyukuri yang ada, maka
kita hanya akan menyalahkan keadaan dan menginginkan yang lain.
Maka, hal terakhir yang saya katakan dalam tulisan ini adalah jika
kita telah melakukan yang terbaik di tempat ini, maka bukan tidak mungkin kita
akan mampu menciptakan dunia yang kita inginkan. Pantaskanlah dirimu dan
buatlah dirimu pantas untuk berada pada dunia yang kamu inginkan!!! Selamat berusaha
dan terimakasih...
لا بدّ علينا ان يعتقد "هذ المكان الأحسن!!!"
13 Maret 2014
Selasa, 11 Maret 2014
Bocah Sebrang Jalan
Bocah Sebrang Jalan
hei bocah....
siapa namau??? mana rumahmu??? ngapain kau selalu
disani???
lusa kau disini, kemarin,,, dan sekarang masih
disini???
apa yang kau cari bocah,,,,
hei bocah...
hari ini kau juga disini???
tengoklah...
senja sudah semakin menua...
matahari sudah enggan menemanimu jalan-jalan...
pegang...
tubuhmu sudah penuh embun...
luluh dengan lelah...
hei bocah...
pulanlah...
perempatan ini bukan rumahmu...
orang-orang itu bukan orang tuamu atau saudaramu...
bocah... pulanglah...
aku tak tega melihatmu...
aku tak bisa menghidupimu...
bocah... sampai kapan kau buat aku menangis
melihatmu...???
kembalilah...
jangan lagi meminta-minta...
apalagi pada mereka...
mereka hanya dermawan padanya sendiri...
hei bocah...sudah...
jangan terus di sebrang jalan ini...
hariku tak akan terus ada aku..
sudah...
negri ini surgamu...
bukan tempatmu meminta-minta...
kamis/ 01 Januari 2014
Langganan:
Postingan (Atom)