Jumat, 03 Januari 2014

الغرفة للتعلم: Makalah Profesi Keguruan

الغرفة للتعلم: Makalah Profesi Keguruan: MAKALAH KONSEP PROFESI KEGURUAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Profesi Keguruan” Dosen Pembimbing: Dr. Agus Zain...

Makalah Profesi Keguruan



MAKALAH
KONSEP PROFESI KEGURUAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Profesi Keguruan”

Dosen Pembimbing:
Dr. Agus Zainul Fitri M. Pd.










Di susun oleh:

1. Dzuriyatul Mukaromah   :          (3212113011)
2. Intan Purnama Sari          :          (3212113020)

JURUSAN                 : TARBIYAH
PRODI                       : PBA-A        
SEMESTER              : V                  


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
2013



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Profesi guru adalah profesi yang juga menuntut profesionalitas. Jabatan sebagai guru menuntut pemegangnya untuk memenuhi kriteria dan syarat-syarat tertentu. Sebagai profesi profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan terus menerus karena keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi juga oleh kinerja guru-gurunya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas SDM, khususnya guru dalam pendidikan, banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak tertentu demi tercapainya cita-cita bangsa mewujudkan masyarakat Indonesia yang berpendidikan.
Usaha meningkatkan kualitas lulusan tenaga kependidikan  bukanlah perkara mudah. Namun hal itu akan terus dikembangkan karena upaya peningkatan kualitas itu tidak akan pernah selesai seiring dengan pergeseran zaman dan masa. Sebagaimana yang dapat diamati, bahwa semakin hari semakin banyak mahasiswa yang memilih jurusan pendidikan. Artinya, semakin banyak pula calon-calon guru di masa depan.
Dari hal tersebut, penting bagi calon-calon guru tersebut mengetahui tentang profesi yang akan ia geluti yaitu profesi keguruan baik syarat-syarat, kode etik, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, penulis menulis makalah yang berjudul “Konsep Profesi Keguruan” ini, di samping untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Keguruan.

B.    Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian profesi ?
2.      Bagaimanakah syarat-syarat profesi keguruan ?
3.      Bagaimanakah kode etik profesi keguruan ?
4.      Bagaimanakah organisasi profesi keguruan ?




C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian profesi keguruan.
2.      Untuk mengetahui syarat-syarat prpfesi keguruan
3.      Untuk mengetahui kode etik dalam profesi keguruan
4.      Untuk mengetahui organisasi profesi keguruan.
























BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Profesi
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession atau bahasa Latin , profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Sedangkan secara Terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan pebuatan praktis, bukan pekerjaan manual.[1]
Sementara itu, yang dimaksud profesionalis itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian  seperti guru, dokter, hakim,  dan  sebagainya.  Dengan  kata  lain,  pekerjaan  yang  bersifat profesional  adalah  pekerjaan  yang  hanya  dapat  dilakukan  oleh  mereka yang khusus dipersiapkan untuk  itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.[2]
Dalam Undang-Undang no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan “Dalam Pasal 1 UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (selanjutnya disingkat UUGD) disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menegah.
Guru profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[3]
Berikut adalah pengertian profesi menurut beberapa ahli:
1.      Profesi menurut Peter Salim merupakan suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pada pendidikan keahlian tertentu. Misalnya, profesinya dibidang komputer, profesinya mengajar, dan lain sebagainya.
Profesi menurut Peter Salim merupakan suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pada pendidikan keahlian tertentu. Misalnya, profesinya dibidang komputer, profesinya mengajar, dan lain sebagainya.
Pernyataan Peter Salim di atas mempertegas bahwa profesi menuntut suatu keahlian yang didasarkan pada latar belakang pendidikan tertentu. Artinya, dia benar-benar berpendidikan yang mengkhususkan pada suatu keahlian. Salah satu contoh adalah fakultas Tarbiyah (Pendidikan) yang berada di IAIN, dimana dalam kurikulumnya mengkhususkan untuk mencetak atau mendidik para mahasiswanya menjadi guru. Mereka dididik dan dilatih, yang pada akhirnya mereka harus menjadi guru. Dia bekerja pada bidang keahliannya, yaitu mengajar.
2.      Ada lagi pendapat Sikun Pribadi yang mengatakan profesi pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Pernyataan Sikun Pribadi di atas mempertegas bahwa profesi itu pada hakikatnya muncul karena kesediaan pribadi seseorang secara terang-terangan untuk mengabdikan dirinya pada jabatan pekerjaan yang ditekuninya.
3.      Menurut Sudarman Danim, profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan persiapan spesialisasi akademik dalam waktu yang relatif lama di perguruan tinggi, baik dalam bidang sosial, ekstra maupun seni, dan pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual dari pada fisik manual, yang dalam mekanisme kerjanya dikuasai oleh kode etik.[4]
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Profesi biasanya berkaitan dengan mata pencaharian seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.[5]
2.      Syarat-syarat Profesi Keguruan[6]
Suatu pekerjaan dapat dikatakan profesional apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
a.       Memiliki spesialisasi ilmu dengan latar belakang teori yang baku
b.      Memiliki kode etik dalam menjalankan profesi
c.       Memiliki organisasi profesi
d.      Diakui oleh masyarakat
e.       Sebagai panggilan hidup
f.       Harus dilengkapi kecakapan diagnostik
g.      Mempunyai klien yang jelas
Ciri-ciri Profesi Keguruan:[7]
a)      Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti jabatan).
b)       Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang melakukannya)
c)      Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d)     Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e)      Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk memduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang di tentukan untuk dapat mendudukinya).
f)        Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh ruang)
g)      Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang di tampilkan yang berhubungan dengan layangan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instasi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h)      Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien, dengan menekankan terhapat layanan yang diberikan.
i)        Mengguakan adsminitator untuk memudahkan profesinya, relative bebas daro supervisi dalam  jabatan (misalnya dokter memakai tenaga kerja administrasi untuk mendata klien, semntara tidak ada supervise dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j)         Mempunyai organisasi yang di atur oleh aggota profesi sendiri
k)       Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok “elit” untuk mengetahui keberhasilan anggotanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan di hargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh departemen kesehatan).
l)         Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang di berikan.
m)    Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan dari diri sendiri setiap anggotanya.
n)      Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibnadingkan dengan jabatan lainnya).[8]
3.      Kode Etik Profesi Keguruan[9]
Dalam menjalankan profesinya guru harus taat dan tunduk pada kode etik yaitu norma dan asas yang disepakati dan diterima guru-guru di Indonesia sebagai pedoman dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
a.       Pengertian Kode Etik
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “ Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan.”
Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII,Basumi sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode atik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggalilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan moral. (2) sebagai pedona tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
b.      Tujuan Kode Etik
Menurut R. Hermawan S (1979) secara umum tujuan kode etik adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2.      Untuk menjaga dam memelihara kesejahteraan para anggotanya.
3.      Untuk meningkatkan penabdian para anggota profesi.
4.      Untuk meningkatkan mutu profesi.
5.      Untuk meningkatkan mutu oranisasi profesi.
c.       Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat anggotanya. Penetapan kode etik dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi.
d.      Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sanksi bagi pelanggar kode etik adalah sanksi moral( dicela, dikucilkan), sedangkan bagi pelanggar berat dapat dikeluarkan dari organisasi. Adanya kode etik menandakan bahwa organisasi profesi sudah mantap.
e.       Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat.
Adapun kode etik guru Indonesia adalah :
1.      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3.      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
6.      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.      Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sarana perjuangan dan pengabdian.
9.      Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
4.      Organisasi Profesi Keguruan
Organisasi profesi perlu dibentuk guna menjadi wadah untuk menyatukan gerak langkah dan mengembalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Organisasi profesi pada umumnya bertujuan untuk mempertinggi tingkat kesadaran, mutu, sikap, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Setiap anggota harus memberikan sebagian waktu untuk kepentingan pembinaan profesinya. Semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien.
Dalam dasar keenam dari Kode Etik dengan jelas pula dituliskan bahwa “Guru secara pribadidan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggotanya untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profrsi guru itu sendiri.[10] Untuk menigkatkan mutu suatu profesi, khusunya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan,studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya.
Melihat bahwa organisasi profesi sangat penting adanya, maka di Indonesia sudah terdapat beberapa organisasi guru diantaranya :
1.      Persatuan Guru Repoblik Indonesia atau lebih dikenal dengan sebutan (PGRI). PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam menwujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
2.      Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Organisasi ini didirikan oleh pejabat-pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.  Organisasi ini bertujuan meningkatkan mutu dan profesionalisasi drai guru dalam kelompoknya  masing-masing.
3.      Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Organisasi ini telah mempunyai divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpuna Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI).[11]
“Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu orgaisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian”. Dasar ini menunjukkan betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian, dan sampai saat ini organisasi PGRI adalah satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang masih di akui oleh pemerintah.



ANALISIS

Dalam Undang-Undang yang dirancang oleh pemerintah, Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “ Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan.” Dari rancangan tersebut, organisasi profesi akan menetapkan suatu kode etik yang berlaku dan mengikat seluruh anggotanya.
Namun pada kenyataannya, syarat-syarat dan kode etik profesi keguruan tidak semuanya diindahkan. Sebagai contoh, banyak tenaga guru yang tidak memliki keahlian secara khusu terhadap bidang yang diajarkannya, tetapi ia tetap mengajarkan bidang tersebut dengan alasan kurangnya tenaga guru yang kompeten sehingga terpaksa  diisi oleh tenaga yang tidak kompeten. Ada kemungkinan lain yang menjadi sebab diajarkannya bidang tertentu oleh tenaga yang tidak kompeten. Misalnya, karena tidak adanya lowongan pekerjaan untuk bidang yang ditekuninya, maka seseorang memilih untuk membeli kesempatan bekerja pada bidang lain dengan sejumlah uang, atau perekrutan guru baru melalui orang-orang terdekat yang sudah memiliki nama lebih dulu di dalam sekolah atau lembaga yang membutuhkan tenaga baru tersebut, tanpa memperhatikan bidang apa yang ditekuni oleh calon guru yang bersangkutan.
Dari permasalahan semacam tersebut di atas, dalam bukunya Darmaningtyas menyajikan beberapa solusi diantaranya seperti dilakukannya tes ulang terhadap para guru guna mengetahui tingkat keprofesionalannya didalam mengajarkan bidang yang telah ditekuni, kemudian diadakan pelatihan khusus secara terencana untuk meningkatkan keprofesionalan guru yang terdata masih kurang ahli dalam bidang yang telah ditekuninya.
Selain itu, perlu juga diketahui apakah guru tersebut adalah orang yang memiliki prinsip kuat atau tidak. Maksudnya, seorang guru harus berprinsip bahwa pendidikan memang harus dipegang oleh orang-orang yang berkompeten dibidangnya masing-masing, tanpa ada unsur suap-menyuap atau unsur kepentingan pribadi maupun golongan. Karena pendidikan adalah aset penting yang harus berkulitas tinggi demi terciptanya generasi bangsa yang juga berkualitas tinggi.


























REFERENSI

Kunandar. 2009. Guru Profesional Implementasi KTSP dan sukses dalam sertifikasi. Jakarta: Rajawali Pers

Nurdin, Muhamad. 2008. Kiat Menjadi Guru Profesional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Soetjipto, dkk. 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Fb-education.com/ konsep profesi keguruan.html
Yusuf Amin Nugroho, Profesionalisme Guru (Analisis UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen), http://www.tintaguru.com (on line) diakses pada hari Jumat/ 3 Januari 2014.




[2] Fb-education.com/ konsep profesi keguruan.html

[3] Yusuf Amin Nugroho, Profesionalisme Guru (Analisis UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen), http://www.tintaguru.com (on line) diakses pada hari Jumat/ 3 Januari 2014.

[4] Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008)hlm.99-101
[5] Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan sukses dalam sertifikasi,(Jakarta: Rajawali Pers 2009)hlm. 46
[6] Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi ….hlm. 103-115
[7] Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004)hlm. 15
[8] Soetjipto & Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hlm. 15.
[9] Ibid., hlm. 29-35
[10] Ibid., Hlm. 45-46.
[11] Ibid., Hlm. 37.